Di Sumatra barat, terdapat beberapa variasi busana adat pernikahan
yang dipakai oleh pasangan mempelai.Perbedaan ini berdasarkan pembagian
beberapa adat
nagari di Sumatra barat.
Busana pengantin kota Padang memiliki kekhasan tersendiri
dibandingkan busana daerah lain di Minangkabau.dalam sejarah nya selain
oleh budaya
Minangkabau, busana pengantin kota Padang juga dipengaruhi oleh kebudayaan busana negara-negara
Eropa dan
Tiongkok.Hal ini terlihat dari segi corak dan pemilihan
warna.
1.Busana tradisional wanita Minang
A.Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang
Lambang kebesaran wanita Minangkabau disebut “Limpapeh Rumah nan
gadang”. Limpapeh artinya tiang tengah pada sebuah bangunan dan tempat
memusatkan segala kekuatan tiang-tiang lainnya. Apabila tiang tengah ini
ambruk maka tiang-tiang lainnya ikut jatuh berantakan. Dengan kata lain
perempuan di Minangkabau merupakan tiang kokoh dalam rumah tangga.
Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang tidak sama ditiap-tiap nagari, seperti
dikatakan “Lain lubuk lain ikannyo, lain padang lain bilalangnyo”.
Namun demikian pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang mempunyai sifat umum
yang akan kita kemukakan dalam tulisan ini.
B.Baju Batabue (Baju Bertabur)
Baju bertabur maksudnya naju yang ditaburi dengan benang emas. Tabur
emas ini maksudnya kekayaan alam Minangkabau. Pakaian bertabur dengan
benang emas bermacam-macam ragam mempunyai makna bercorak ragamannya
masyarakat Minangkabau namun masih tetap dalam wadah adat Minangkabau.
C.Minsie
Minsie adalah bis tepi dari baju yang diberi benang emas. Pengertian
minsie ini untuk menunjukkan bahwa demokrasi Minangkabau luas sekali,
namun berada dalam batas-batas tertentu di lingkungan alur dan patut.
2.Busana tradisional pria Minang
Pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dimaksud dengan pakaian adat
yaitu semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang menunjukkan
ethos kebudayaan suatu masyarakat. Dengan melihat pakaian seseorang,
orang akan mengatakan bahwa orang tsb dari daerah sana, dan ini akan
lebih jelas bila ada pawai Bhinneka Tunggal Ika. Jadi pakaian adat
mewakili masyarakat dan adat sesuatu daerah membedakannya dengan adat
daerah lain. Sehubungan dengan hal tsb, maka yang akan dikemukakan dalam
tulisan ini adalah pakaian adat yang biasa dipakai oleh pemangku adat
dan kaum wanita di Minangkabau yang disebut juga dengan pakaian
kebesaran.
Pakaian Penghulu
Pakaian Penghulu merupakan pakaian kebesaran dalam adat Minangkabau dan
tidak semua orang dapat memakainya. Di samping itu pakaian tersebut
bukanlah pakaian harian yang seenaknya dipakai oleh seorang penghulu,
melainkan sesuai dengan tata cara yang telah digariskan oleh adat.
Pakaian penghulu merupakan seperangkat pakaian yang terdiri dari
Destar
Deta atau Destar adalah tutup kepala atau sebagai perhiasan kepala tutup
kepala bila dilihat pada bentuknya terbagi pula atas beberapa bahagian
sesuai dengan sipemakai, daerah dan kedudukannya. Deta raja Alam bernama
“dandam tak sudah” (dendam tak sudah). Penghulu memakai deta gadang
(destar besar) atau saluak batimbo (seluk bertimba). Deta Indomo Saruaso
bernama Deta Ameh (destar emas). Deta raja di pesisir bernama cilieng
manurun (ciling menurun). Destar atau seluk yang melilit di kepala
penghulu seperti kulit yang menunjukkan isi dengan pengertian destar
membayangkan apa yang terdapat dalam kepala seorang penghulu. Destar
mempunyai kerut, merupakan banyak undang-undang yang perlu diketahui
oleh penghulu dan sebanyak kerut dester itu pulalah hendaknya akal budi
seorang penghulu dalam segala lapangan. Jika destar itu dikembangkan,
kerutnya mesti lebar. Demikianlah paham penghulu itu hendaklah lebar
pula sehingga sanggup melaksanakan tugasnya sampai menyelamatkan anak
kemenakan, korong kampung dan nagari. Kerutan destar juga memberi makna,
bahwa seorang penghulu sebelum berbicara atau berbuat hendaklah
mengerutkan kening atau berfikir terlebih dahulu dan jangan
tergesa-gesa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar